BINTANG

Jumat, 09 Desember 2016

ekstra kurikuler batik

Sejak diakui dan ditetapkannya batik sebagai warisan budaya Indonesia oleh Unesco pada 2 Oktober 2009, batik menjadi dresscode di hampir seluruh pelosok negeri ini. Walaupun tentu saja masih perlu dipertanyakan apakah semua yang dikenakan memang benar batik.
    Berbarengan dengan demam batik pasca pengakuan dan penetapan tersebut membuat batik tulis pun menjadi salah satu kegiatan ekstra kurikuler di berbagai sekolah, terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah. Kegiatan ini menarik minat siswa, mulai SD hingga SLTA.
    Salah satu sekolah yang menjadikan membuat batik tulis sebagai salah satu kegiatan ekstra kurikuler adalah SMP Negeri 3 Sewon, Bantul, DIY.
    Di sekolah yang terletak di tengah dusun Kaliputih, Pendowoharjo, Sewon, ini kegiatan membuat batik tulis diberikan kepada siswa kelas 1 (VII) hingga kelas 3 (IX).
    Yang menarik, untuk siswa kelas 3 atau kelas IX, proyek membuat batik tulis bukan sekadar untuk mendapat nilai dari guru seni. Proyek anak-anak kelas 3 ini, laki-laki maupun perempuan, tak main-main: yaitu setiap anak membuat batik tulis di selembar kain berukuran 105/110 x 200 cm, kemudian batik tulis ini dijadikan baju seragam masing-masing.
     Proyek membuat batik tulis untuk seragam sendiri ini dimulai September 2012 lalu dan sebagian besar siswa bisa menyelesaikan seluruh proses pada bulan Oktober. Bantuan dari guru hanya pada membuat gambar master (dipakai untuk pola semua) yang kemudian digandakan oleh masing-masing siswa dan proses peracikan pewarna dan proses pencelupan.
     Pekerjaan selebihnya, mulai menggambar pola (nyoret atau molani), nglowong (membuat outline di gambar pola dengan malam yang ditorehkan menggunakan canthing), nyecek (memberi titik-titik), nyelup (mencelup ke pewarna), nembok (menutup dengan malam bagian yang akan dipertahankan warnanya), mencelup lagi, hingga nglorod (melepas malam dengan mencelup-celupkan di air mendidih) dilakukan anak-anak. Untuk mencelup dan nglorod ada yang melakukannya secara berkelompok. Cara berkelompok memang lebih ekonomis, lebih hemat.
     Wajah-wajah senang terlihat ketika batik yang telah selesai di-lorod kering. Pada saat itulah hasil akhir dari kerja susah payah mereka bisa terlihat, yaitu selembar kain batik tulis. Dan ini tinggal dibawa ke penjahit untuk dijadikan selembar baju seragam. Inilah seragam batik tulis karya sendiri. Karya anak-anak.
      Maka, dengan cara seperti ini ekskul membuat batik tulis pun tidak sekadar mengenalkan siswa kepada teknik membatik, tapi lebih dari itu memberikan kebanggaan kepada mereka bahwa mereka bisa menghasilkan karya yang tak kalah dengan para pembatik. Apalagi, karya ini mereka pakai sebagai seragam kebanggaan


by Siti Shofiyanah
Abs. 29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar